Header Ads

test

Sukari Darno, Figur Guru Pantang Menyerah (2)

Pagi Bersihkan Kelas, Malam Baca Buku

Catatan: Eko Prasetyo

Di mana ada niat dan tekad kuat, di situ ada cahaya terang akan usaha. Prinsip inilah yang dipegang teguh Sukari Darno. Semangat untuk mau maju dan berkembang membuat Pak Bon tersebut menjadi sosok guru yang dapat dibanggakan murid-muridnya.

------
Suatu ketika, Pak In’am mengumpulkan Pak Bon, termasuk Sukari Darno. Sekali lagi, Pak In’am meninggalkan pesan bijak. ”Pak Bon itu layaknya sebuah pentil sepeda motor. Jika pentil itu kempes, ban akan berjalan lambat. Kalau Pak Bon nggak bisa bekerja secara maksimal, sekolah ini juga bisa berjalan, tapi lambat,” tutur Pak In’am.

Saat saya menuliskan kisah tersebut dari penjelasan Sukari, saya sempat tertegun. Saya dapat merasakan betapa luar biasanya sosok Pak In’am yang menginspirasi Sukari Darno itu. Malam mendekati deadline, suasana di Jawa Pos kian lengang karena beberapa rekan redaksi sudah beranjak pulang satu per satu. Saya masih melanjutkan obrolan dengan Sukari.

Kekaguman yang sama kepada Pak In’am diutarakan Sukari.
”Seorang pimpinan yang menghargai kami selaku Pak Bon,” ujar Sukari.

Waktu berjalan. Baru tiga bulan bekerja di SMA Muhammadiyah 1 Gresik, Sukari tertimpa masalah. Suatu pagi menjelang subuh hingga pukul 5.30, hujan lebat mengguyur Kota Pudak. ”Semua kelas sore hari sudah saya sapu bersih,” tutur Sukari.
Namun, karena air hujan sempat merembes ke kelas, Sukari terpaksa harus mengepel agar lantai bisa segera kering. ”Tapi, yang terjadi sebaliknya. Bukan semakin bersih, kelas malah tambah kotor. ”Kotornya bukan karena tidak dibersihkan, melainkan belum sampai kering anak-anak sudah masuk kelas,” ujar Sukari.

Dia mengatakan, SMAM (sebutan SMA Muhammadiyah) sejak dulu terkenal masuk pagi. ”Pukul 6.30 sudah masuk,” lanjutnya.

Karena kelas kotor, Sukari dipanggi oleh Kepala SMA Muhammadiyah 1 Dra Hj Sofiyah Mahrie. ”Karena keturunan Arab, beliau (kepala sekolah, Red) agak keras dan disiplin,” ucap Sukari.

Kepada saya, Sukari mengaku bahwa dirinya saat itu masih keras dan kaku. Karena itu, dia menampik ketika kepala sekolah mengatakan bahwa Sukari tidak bekerja dan kelas tambah kotor.
”Saya bilang ke kepala sekolah bahwa saya sudah bekerja secara maksimal. Tapi, kalau nggak (dianggap bekerja), ya ini kunci (ruang kelas) tak (saya) kembalikan,” tegas Sukari kepada si kepala sekolah.

Namun, saat semua kunci itu hendak dikembalikan, kepala sekolah menasihati Sukari. ”Ri, tadi itu saya dapat laporan. Bukannya saya tidak percaya. Tapi, saya perlu dapat jawaban mengapa kelas masih kotor?” tanya si kepala sekolah.

”Kondisi kelas masih basah. Kalau Bu Sofi nggak percaya, ya saya keluar,” ucap Sukari mantap.

”Kamu mau kerja apa kalau keluar?” tanya si kepala sekolah.

”Ya mbecak, Bu. Lagian saya masih kuat kok,” tegas Sukari.

”Ya jangan begitu. Aku masih percaya kok. Ayo cepet kerja lagi sana ,” ujar kepala sekolah.

Kepercayaan itulah modal awal kerja sama. Melihat keteguhan dan kejujuran Sukari, Kepala SMP Muhammadiyah 1 Gresik waktu itu, Muchtamil Pranoto, memberikan amanah kepada Sukari.

Dengan seizin kepala sekolah SMA Muhammadiyah 1, akhirnya Sukari merangkap di SMP Muhammadiyah 1 Gresik sebagai pesuruh dan kebersihan di kantor. Itu dilakukan setiap sore.

Pada awal 2003, saat Pesantren Kilat Darul Arqom (PKDA), ada seorang guru bimbingan dan konseling (BK) yang kelelahan mengetik. Dia kemudian meminta Sukari minta untuk membantu mengetik.

Namun, Sukari dengan tegas menolak  ”Lha wong saya ini tiap hari pegangannya sapu dan harus membersihkan 13 ruang (6 ruang SMA dan 7 ruang SMP) kok disuruh ngetik. Saya nggak bisa, Pak,” jawab Sukari.

Namun, guru BK tersebut memaksa. ”Pokoknya, ketik saja seperti mesin ketik,” ucap guru BK itu.

Akhirnya, mulai pukul 12 hingga pukul empat pagi, Sukari harus mengetik dengan satu jari memakai program WS 5.5.

Beberapa hari kemudian, Sukari diminta Muchtamil Pranoto, kepala SMP Muhammadiyah 1 Gresik sekaligus guru komputer SMA Muhammadiyah 1 Gresik, untuk membantu menata buku ITC (introduction to computer).

Dari situ, Sukari memulai belajar membaca mengenai komputer dan lain-lain.

”Buku-buku itu tak (saya) baca berulang-ulang sampai ludes,” tegas Sukari. Ibaratnya, pagi bekerja membersihkan ruang kelas, malamnya Sukari belajar dengan membaca buku-buku tentang komputer dan buku lainnya. (bersambung)

No comments