Header Ads

test

Sukari Darno, Figur Guru Pantang Menyerah (4-Habis)

Pak Bon Kuliah Kagetkan Kampus, Kini Jadi ”Pakar” ICT
Catatan: Eko Prasetyo
Jalan menuju keberhasilan akan terbuka lebar apabila ada niat, semangat pantang menyerah, usaha, dan kerja keras untuk mewujudkannya. Sukari telah membuktikannya. Mantan kuli angkut pasir di Sungai Brantas itu kini menjadi salah seorang guru kebanggaan di SMA Muhammadiyah 1 Gresik.
---------


Kesan rendah hati begitu melekat pada guru komputer sekaligus koordinator ITC SMA Muhammadiyah 1 Gresik ini. Kesabaran dalam membimbing para siswanya adalah hal yang sangat diutamakan oleh laki-laki asal Jombang tersebut. Dia adalah Sukari SPd. Gelar sarjana pendidikan matematika pun tak didapatkannya dengan mudah. Kegemarannya membaca dan belajar selepas bekerja sebagai Pak Bon atau petugas kebersihan di SMA Muhammadiyah 1 Gresik akhirnya membawa Sukari ke bangku kuliah.
Tak mau dipandang sebelah mata hanya karena menjadi tukang ngepel kelas, Sukari membulatkan tekad untuk kuliah. Ya, niat itu membuat alumnus SMAN 1 Ploso, Jombang, itu kian giat bekerja dan belajar.
Kepada saya, Sukari menuturkan bahwa dirinya terinspirasi oleh (alm) Drs Choirul Umam, salah seorang guru SMA Muhamnmadiyah 1 Gresik. ”Saya sangat iri kepada beliau. Orangnya masih muda, 28 tahun, tapi sudah menjadi wakil kepala (Waka) kurikulum,” tutur Sukari.
Suatu malam, Sukari melihat Choirul sibuk menguji coba video dan handycam terbaru saat itu. Sukari mengatakan, Choirul terkadang bekerja mulai pagi sampai larut malam. Kadang dia tidur di atas bangku atau kursi di ruang guru. ”Ketika saya sudah istriahat karena lelah bekerja, Pak Coirul masih asyik di depan komputer sampai pukul 24.00, bahkan terkadang sampai dini hari,” ucap Sukari.
Namun, Tuhan berkehendak lain. Choirul harus tutup usia dalam usia muda (28 tahun) karena penyakit liver dan hepatitis B. Karena terlalu sibuk bekerja, guru inovatif itu melalaikan kesehatannya.  Jika terlampau asyik bekerja, Choirul terkadang lupa makan dan minum.
Sebelum wafat, Choirul mengajar matematika sekaligus menjadi guru ekstrakurikuler computer. Dia dikenal cerdas serta mampu berbahasa Inggris dan Arab. Saat Jumat, Choirul tak jarang didapuk untuk memberikan khotbah Jumat.
Kendati masih muda, Dra Shofiyah Mahrie, kepala SMA Muhammadiyah 1 Gresik saat itu, sangat menghargai ide-ide Choirul. Pada 1992, Choirul mencetuskan ide pembelajaran dengan menggunakan media TV yang bisa dikontrol dari ruang khusus. Di setiap kelas X, disediakan fasilitas TV 20 inci dan perangkat pembelajaran lain. Saat itu, sudah ada Televisi Pendidikan Indonesia (TPI).
Ketika meninggal, banyak teman dan kerabat Choirul yang sangat kehilangan. Sebab, semasa hidup almarhum dikenal sebagai sosok yang sabar dan berwibawa. Jenazahnya sempat dimandikan di depan kantor OSIS/IPM SMA Muhammadiyah. Selanjutnya, jasad Choirul dibawa ke Laren, Lamongan, tempat asalnya. ”Iring-iringan mobil yang mengantar jenazah beliau layaknya pengawal seorang pejabat,” terang Sukari menjelaskan kejadian saat itu.
Saat tiba di rumah duka, Sukari yang kala itu ikut mengantarkan jenazah Choirul terkaget-kaget. Keluarga Choirul secara ekonomi ternyata tergolong sangat tidak mampu. ”Rumahnya amat sangat sederhana,” ucap Sukari.
Kekaguman Sukari kepada Choirul kian bertambah setelah mengetahui bahwa almarhum mampu menguliahkan adik-adiknya meski hidup dari keluarga sangat pas-pasan.
Lewat kisah Choirul Umam itu, Sukari memantapkan tekadnya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang strata satu. Tepat pada Idul Fitri 1994, Sukari minta izin ibu kandungnya untuk kuliah. Selepas sungkem, Sukari berkata dengan antusias, ”Mak, aku pingin kuliah, boleh ya Mak. Aku akan nabung buat daftar kuliah?”
Yo wis , Le. Tak ijini. Tapi, Emak nggak iso mbantu (Baik Ibu izinkan. Tapi Ibu tidak bisa membantu),” tutur ibunda Sukari.
Sukari amat lega setelah mendapat izin orang tua. Dia menilai, kalau orang tua rida, Allah akan rida pula. Tekad Pak Bon tersebut kian menggebu-gebu untuk segera mendaftar kuliah setelah mendengar khotbah Jumat dari Pak In’am, orang yang kali pertama menawari Sukari bekerja sebagai Pak Bon.
Dalam khotbahnya, Pak In’am mengutip salah satu ayat Alquran bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kalau kaum itu tidak mau mengubah nasib mereka sendiri. ”Saya harus mengubah nasib saya sendiri. Saya yakin pasti bisa,” tekad Sukari.
Selang lima bulan kemudian, tabungan dari hasil kerja Sukari sebagai Pak Bon terkumpul sebesar Rp 200 ribu. Cah Njombang tersebut akhirnya nekat mendaftarkan diri ke Jurusan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG). ”Waktu itu saya dapat nomor urut pertama,” ucap Sukari berapi-api.
Sontak, kedatangan Sukari di situ mengagetkan orang sekampus. Mereka nyaris tidak percaya bahwa Sukari mau kuliah. ”Saat itu UMG masih satu kompleks dengan SMA Muhammadiyah 1 Gresik,” ujar Sukari.
Sukari akhirnya diterima sebagai calon mahasiswa baru (maba) UMG. Dia pun mesti mengikuti kegiatan orientasi pengenalan kampus (ospek) selama beberapa hari. Hari-hari itu dirasakan amat berat bagi Sukari. Pasalnya, ospek baru selesai pukul 10 malam. Padahal, ada 13 kelas yang harus dibersihkan Sukari.
Kendati begitu, semangat Sukari tidak kendur. Pagi nyapu dan ngepel, sore melanjutkan ospek. Semua dilakukan demi mengejar impian dan cita-cita: bisa kuliah. Dini hari, Sukari tak alpa bersujud, salat sepertiga malam, agar dipermudah niat dan usahanya.
Setelah selesai mengikuti ospek mahasiswa, baru para karyawan dan dosen UMG menyadari bahwa Pak Bon itu serius untuk kuliah.
Namun, muncul tantangan baru. Setelah ospek selesai, kampus UMG dipindah ke gedung baru di Kompleks Gresik Kota Baru (GKB). Jaraknya dari kampus lama sekitar 6 kilometer. Sukari harus memilih: meneruskan kuliah atau mengubur dalam-dalam keinginan untuk kuliah.
Tuhan akhirnya memberikan jalan. Nur Jannah, bendahara SMA Muhammadiyah Gresik saat itu, mengetahui semangat Sukari. Nur Jannah meminjami Sukari sepeda Federal untuk kuliah. ”Agar hemat dan uang kendaraannya bisa dipakai untuk membayar SPP kuliah,” ujar Sukari menirukan ucapan Nur Jannah.
Selama itu, Sukari membiayai kuliahnya dengan bekerja di SMP Muhammadiyah 1 Gresik dan SMA Muhammadiyah 1 Gresik yang masih satu kompleks. Pada 1995, Sukari ditawari kepala SMP Muhammadiyah 1 Gresik saat itu, Drs Awwaluddin, untuk menjadi tenaga tata usaha (TU) di sekolah tersebut. Sukari menyanggupi karena kerjanya pagi sehingga sore dapat meneruskan kuliah.
Untuk itu, Sukari harus izin dulu ke Dra Hj Sofiyah Mahrie,kepala SMA Muhammadiyah 1 Gresik. Namun, Sofiah justru meminta Sukari bergabung menjadi tenaga TU di SMA itu. Awalnya, saya ragu, tapi akhirnya dia menyanggupi tawaran tersebut dan meninggalkan tawaran pekerjaan sebagai tenaga TU di SMP Muhammadiyah 1 Gresik.
Sofiyah menempatkan Sukari sebagai staf sarana dan prasarana di TU. Dia bertugas membantu Nur Jannah. Sofiyah lantas meminta kepala TU untuk menyiapkan meja Sukari. Jadilah Sukari mulai saat itu bukan lagi seorang Pak Bon, tapi staf TU!
Dari situ, waktu Sukari untuk belajar komputer bertambah banyak. Hampir tiap malam, dia belajar komputer. Setelah sedikit piawai, Sukari melanjutkan belajar ke step berikutnya, yaitu Windows 3.11 dan Microsoft Office. Dalam mengetik dan mengerjakan laporan keuangan, MS Excel menjadi teman akrab Sukari sehari-hari.
Namun, rasa penasaran Sukari terhadap program database muncul. Maka, pada 1995 itulah, Sukari mulai mempelajari MS Access versi 2.0. Aplikasi rutin harian saya mulai kerjakan dengan membuat form sederhana dan report sesuai dengan kebutuhan sekolah.
Pada Oktober sampai Desember 1995, Sukari memperoleh pengalaman luar biasa di luar kegiatannya kuliah. Yaitu, bergabung dengan salah satu operator untuk sistem informasi Bapeda Gresik bagi empat departemen. Yang lebih mengasyikan, Sukari dapat belajar Windows 95 sekaligus mengenal lebih dekat aplikasi yang menggunakan MS Access 2.0.
Pada pertengahan 1996, ada seorang guru komputer yang cuti melahirkan. Di situlah, Sukari diberi amanah untuk menggantikan posisi guru tersebut. Alasannya, sekolah menganggap Sukari mampu mengajar program WS dan Lotus.
Jadilah Sukari saat itu sebagai guru komputer, meski hanya berstatus guru pengganti. Pada tahun ajaran 1996/1997, Sukari ternyata diminta untuk menjadi guru komputer secara permanen di SMA Muhammadiyah 1 Gresik. Sebab, setelah melahirkan, guru yang cuti hamil itu tidak lagi mengajar komputer. Ternyata Sukari baru mafhum bahwa guru tersebut mengajar pelajaran biologi. Guru itu mengajar komputer karena kebetulan menguasai WS dan Lotus.
Sejak saat itu, nasib Sukari berubah 180 derajat. Dia resmi menjadi tenaga pendidik. Dia sangat bersyukur atas pencapaian tersebut. Segala pujian atas nikmat Allah Maha Pemurah.
Dengan menularkan ilmu, Sukari berharap dapat memberikan manfaat kepada orang lain. Sebagai guru komputer, yang belajar mulai dari nol, mantan Pak Bon itu layak dilabeli sebagai ”pakar” sehingga diamanahi sebagai koordinator ITC di SMA Muhammadiyah 1 Gresik (habis).

No comments