Header Ads

test

Telah terbit Buku apa yang berbeda dari Guru Hebat

“Don’t try to fix the students, fix ourselves first. The good teacher makes the poor student good and the good student superior. When our students fail, we, as teachers, too, have failed…”
~ Marva Collins, pendidik, penulis, dan motivator Amerika Serikat
Semula Sukari adalah Pak Bon. Kini kepala SMAM 1 Gresik. (sumber: sukari.smam1gresik.sch.id)

Terjemahan dari kutipan di atas kurang lebih berbunyi sebagai berikut. ”Jangan mencoba memperbaiki murid atau siswa kita. Perbaiki diri kita sendiri terlebih dahulu. Guru yang baik membuat murid yang jahat menjadi baik dan menjadikan murid yang baik menjadi unggul. Ketika murid-murid kita gagal, berarti kita juga telah gagal menjadi seorang guru”.
Menjadi guru atau pendidik bukan semata-mata karena alasan materi. Sebab, guru sejatinya bukan profesi yang menjanjikan materi berlimpah. Guru adalah profesi mulia yang menuntut ketulusan, loyalitas, dedikasi, dan pengorbanan untuk kemajuan anak-anak bangsa. Di tangan merekalah, para calon pemimpin akan dibentuk, bari karakter, pengetahuan dan wawasan, maupun rasa sosial.

Karena itu, sudah barang tentu guru memiliki tugas dan tanggung jawab yang begitu berat. Tidak mudah mendidik anak-anak dengan karakter yang begitu ragam. Tidak mudah membuat mereka dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari tidak paham menjadi paham, dan dari tidak tahu menjadi pandai. Wajar bila pemerintah memberikan penghargaan atas profesi mulia yang satu ini.

Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, profesi pendidik nyaris selalu diiringi kisah-kisah inspiratif. Baik suka maupun dukanya. Karena itu, saya menilai bahwa kisah-kisah tersebut sebaiknya ditulis untuk dibagikan dan dibaca oleh khalayak. Dengan begitu, efek positif diharapkan bisa timbul. Misalnya, pembaca remaja atau pelajar terinspirasi oleh kisah-kisah tersebut. Juga sesama tenaga pendidik lainnya.

Saya bersyukur berkesempatan menulis beberapa kisah inspiratif para pendidik dan aktivis pendidikan, terutama dari Ikatan Guru Indonesia atau IGI (dulu Klub Guru Indonesia/KGI).

Salah satunya, Sukari. Dia memulai karirnya sebagai guru betul-betul dari bawah dan berliku-liku. Semula hanya seorang Pak Bon (tukang kebun, Red) di SMA Muhammadiyah 1 Gresik. Sosoknya agak unik. Dia memiliki kemauan belajar tinggi. Sehingga setelah usai mengepel dan membersihkan gedung sekolah, ia menuju lab komputer untuk belajar komputer. Gayung bersambut. Semangatnya mendapat apresiasi dari kepala sekolahnya. Sukari diizinkan untuk belajar. Tekad belajar yang kuat membuat Sukari cepat menyerap pengetahuan tentang komputer. Segala kesulitan ia hadapi dengan tegar. Juga pengorbanan besar.

Seiring waktu, Sukari memutuskan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi (S-1). Dia lantas diterima sebagai tenaga pendidik di sekolah yang sama. Ia pun naik pangkat, dari Pak Bon menjadi guru. Kini berkat sederet prestasinya, Pak Bon sudah menjadi kepala SMA Muhammadiyah 1 Gresik. Dari situ pula ia telah menginjakkan kaki ke beberapa negara untuk studi banding.

Apa Yang Berbeda dari Guru Hebat (sumber: bukuerlangga.com)

Ada pula profil juara lomba menulis artikel guru tingkat Jatim 2009, Ariani Kusumaningrum. Guru kreatif untuk mata pelajaran bahasa Mandarin asal Kota Malang ini menekankan pentingnya menulis di kalangan pendidik dan siswa. Kini ia sudah menelurkan beberapa buku panduan bahasa Mandarin untuk tingkat SMA. Di kisah lain, Pak Guru Imron Wijaya mesti bersusah payah jalan kaki berkilo-kilometer dari dusun ke tempat sekolahnya semasa kecil. Ia juga terkadang memanfaatkan waktu luangnya untuk bekerja sebagai kernet bus dan melaut mencari ikan demi membiayai sekolah sampai kuliah agar bisa menjadi guru. Kini ia bersiap mendirikan sekolah khusus untuk siswa tidak mampu di Kabupaten Rembang.

Kisah Sukari, Ariani, dan Imron tersebut hanya satu di antara kisah 12 pendidik inspiratif yang terangkum dari buku Apa Yang Berbeda dari Guru Hebat (Esensi, 2011). Buku ini hadir berkat kerja sama Ikatan Guru Indonesia dan Esensi (Erlangga Group). Mendikbud Prof Dr M. Nuh DEA turut memberikan apresiasinya dalam kata pengantarnya di buku ini. Dia berharap, semangat dan dedikasi para guru yang ditulis dalam buku ini dapat ditularkan dan menginspirasi sesama pendidik, juga masyarakat pada umumnya.
Tentunya, saya sadar bahwa masih banyak sinar lilin sebagai pelita dalam kegelapan. Yakni, guru-guru inspiratif yang kisahnya belum tercakup dalam buku sederhana ini. Namun, paling tidak, saya berharap buku ini ke depan mampu menginspirasi para guru lain untuk berbagi kisah inspiratif dengan menuliskannya sendiri. Sebagaimana dikatakan Mustafa Kemal Pasha, tokoh asal Turki, ”A good teacher is like a candle, it consumes itself to light the way for others…” Guru yang baik itu ibarat lilin, membakar dirinya sendiri demi menerangi jalan orang lain.

Mengakhiri tulisan ini, saya ingin mengutip kalimat dari William Arthur Ward (1921–1994). Guru biasa memberitahukan, guru baik menjelaskan, guru ulung memperagakan, dan guru Hebat mengilhami.
Semoga ke depan lahir guru-guru hebat lain dari tangan para pendidik saat ini. Setelah buku Apa Yang Berbeda dari Guru Hebat, semoga ada buku-buku lain yang mengangkat tema inspirasi pendidikan dari pendidik dan aktivis pendidikan. Andakah selanjutnya?


Graha Pena, 6 Februari 2012

Pustaka:
Apa Yang Berbeda dari Guru Hebat (Esensi-Erlangga Group, 2011)

Mailing list IGI

Must Prast

No comments